Cari Blog Ini

15 Desember, 2011

Pray for Cakung !

Komunitas Anak Cakung adalah komunitas pendidikan alternatif untuk anak-anak yang diselenggarakan berkat partisipasi warga Cakung Timur areal persawahan dan tempat pembuangan sampah, serta lingkungan sekitar, didukung oleh tim fasilitator, para relawan, dan masyarakat sekitar. Melalui kegiatan komunitas yang membuka kesempatan anak untuk mendapatkan pengetahuan dasar baik teoritis maupun praktis, anak-anak mengenal pengorganisasian, solidaritas dan kerjasama serta persahabatan antara seluruh makhluk ciptaan Tuhan.

Kegiatan komunitas yang sudah berjalan selama lima tahun ini merangkul anak-anak yang mencapai 65 orang. Dari tempat kegiatan yang berpindah-pindah dari rumah ke rumah sesuai dengan kesepakatan bersama anak-anak atas ijin orang tua, hingga tahun 2008 berdiri rumah belajar Komunitas Anak Cakung di atas lahan yang disediakan warga dan dibangun secara swadaya. Pusat kegiatan terletak di RT 08 RW 06, Cakung Timur, areal perkebunan & pemukiman warga, yang dikenal sebagai Cakung sawah.

Kegiatan yang beragam bertujuan untuk membantu membuka kesempatan anak untuk memperoleh haknya dalam kesejahteraan, seperti kesempatan belajar dan bermain, kesehatan, dan gizi yang baik. Kegiatan yang dijalankan di rumah belajar Komunitas Anak Cakung adalah : kegiatan belajar pengetahuan teoritis dan praktis, kegiatan perpustakaan, kegiatan peningkatan gizi anak, kegiatan peningkatan kesehatan anak, dan beasiswa.

Wilayah Cakung sawah, tempat berkembangnya kegiatan Komunitas Anak Cakung, merupakan lahan yang hijau dan subur, terbentang luas di belakang kawasan pabrik Cakung Cilincing. Lahan yang tentu saja potensial bagi para penanam modal dan pengembang mana pun. Apalagi masih tersisa lahan hijau luas di wilayah ibukota.

Selama kegiatan pendampingan kami di wilayah ini, tempat ini sudah mengalami beberapa kali penyusutan lahan. Dimulai dari tergusurnya lahan perkebunan warga yang dibuat jalan tembus perumahan mewah dari jalan raya Cakung Cilincing hingga wilayah Ujung Menteng. Lahan perkebunan diurug dan ditimbun tanah merah, hingga lahan kami gunakan untuk tempat bermain dan berkegiatan. Walau jalan tembus sudah mulus jadi jalan raya, warga masih menyebut wilayah itu sebagai tanah merah.

Penyusutan lahan membuat warga sadar cepat atau lambat mereka akan kehilangan lahan tempat mereka berusaha. Apalagi penghidupan warga tidak hanya demi pemenuhan kebutuhan hidup keluarga semata, namun demi kebutuhan pangan seluruh masyarakat Jakarta.

Kekhawatiran segera tergusur mulai terlihat ketika beberapa papan reklame besar ditancapkan di ujung jalan masuk Cakung Cilincing dari arah Pulo Gadung dan di samping halte bis Honda, Sunter.

Desas-desus untuk segera pindah setelah Lebaran, tidak menggoyahkan hati warga untuk segera pindah, apalagi uang ganti rugi belum diberikan. Hingga desas-desus berhembus kembali pada awal November, dan kekhawatiran terbesar kami akhirnya menjadi kenyataan, saat uang ganti rugi per rumah sebesar Rp.500.000,- diberikan pada Rabu malam, 2 November 2011.

Esok harinya, Kamis, 3 November 2011, sebagian warga Cakung sawah, akhirnya harus pindah & terpaksa merobohkan gubugnya sendiri.

Hingga saat ini, berturut-turut rumah mereka bongkar karena tuntutan penyewa lahan, bila tidak dibongkar sendiri, mereka akan segera membongkarnya. Batas waktu pembongkaran hingga hari Minggu, 20 November 2011. Beberapa warga sudah mendapatkan tempat tinggal kontrakan, sementara yang lainnya masih sibuk mencari kesana kemari.

Beberapa warga masih memiliki lahan sewaan untuk kebun mereka di wilayah sekitar perumahan modern yang akan dibangun, sementara rumah belajar tinggal menunggu nasib dirubuhkan. Kami masih berusaha menjalankan kegiatan belajar, yang untuk bulan depan kami lakukan dari rumah ke rumah warga sambil mencari tempat yang layak untuk belajar bersama. Sementara ini kami juga masih mencari tempat kontrakan untuk bengkel kegiatan para remaja melalui kegiatan usaha bersama yang dikembangkan bersama para remaja dan fasilitator Komunitas Anak Cakung sejak 2009.

Warga Cakung hanyalah segelintir orang, bukan pemilik modal besar, apalagi konglomerat, namun mereka memiliki andil besar dalam pemenuhan kebutuhan sayur mayur seluruh masyarakat Jakarta. Apakah mereka yang berusaha demi memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Jakarta dan sekitarnya layak digusur?

Sangat tidak masuk akal, pada era dimana negara-negara dunia berusaha memerangi krisis pangan, negara kita justru memberi peluang bagi pemilik modal untuk mengembangkan bisnis gudang multiguna, yang tidak bisa ditanami dan dipanen hasilnya bagi kesejahteraan bangsanya sendiri.

Akhirnya kami tidak tahu, tanah air tempat kami hidup dan menghidupi masyarakat sekitar, itu milik siapa?

Please… Pray for Cakung!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar