Cari Blog Ini

31 Agustus, 2010

Sex Education, Week 2





By Anah

On Sunday, 11 July 2010, we – Kak Mala, Mbak Yana, Mbak Indri, Ester, Kartini, Susi, Fanny, Sodikin, Ondo, Zaka, Haris, Ari and I - learned about Sex Education in the Learning House of Kak Debby. We went there by hiring an angkot (a public transport traveling people on certain route).

The ride was quite long and finally we arrived at the destination. We took a rest for awhile before starting the lesson. Kak Uju prepared sweet warm tea for us and Kak Lucy distributed cake for our breakfast.

While we were resting, some of us helped to stick a large and wide paper on a window. It will be the screen for the LCD projector.
There are some guests who will teach us the sex education. They are Kak Paulina, Kak Elisabeth and Kak Evi. We sat on the mat. The lesson was started with introducing each of us.

Then, the audience was divided into two groups, male and female groups. The male group was assisted by Kak Evi and Kak Elisabeth. The female group was assisted by Kak Paulina. There were some Assistants from Cakung Children Community who attended the lesson too. They are Kak Lucy, Kak Debby, Kak Uju, Kak I’ah, Kak Rikah, Kak Uwie. Then, Kak Vera, Kak Lisa and Kak Mona came a bit later.

We learned about reproduction organs in female and male bodies. After that, Kak Evi, Kak Paulina and Kak Elisabeth explained each of the organ’s function and how to take care and respect them. As well, the reason we should not do free-sex. We then watched a short movie titled “Life is a Choice”. The movie tells about a young teen couple who had a sexual intercourse. The young boy left the young girl after finding they’re pregnant. The girl becomes very stressful, feeling guilty and is not prepared to have and raise a child. She then suicide.

In the afternoon, after watching the movie, we had lunch together. Then, we were given an assignment to produce a motto of life as a reflection of what we have learnt in regards to the sex education. We should express it in a form of craft.

We were given some materials such as old magazines, manila carton, origami papers and some tools such as scissors, glue and cutter. We then display our craftworks and they were evaluated and marked.

Whoever got the highest mark was rewarded by a chocolate waffle. The motto I wrote on the carton with letter cut from old magazine was “Life is a Fight”

After the session, we cleaned the Learning House, we gave gifts for Kak Evi, Kak Paulina and Kak Elisabeth. Then we took photo together. We went home by hired angkot at 4pm.

Translated by Anita Linggar

Pelatihan Sex Education Minggu II




Karya Anah

Pada Minggu, 11 Juli 2010, saya dan teman-teman; Kak Mala, Mbak Yana, Mbak Indri, Ester, Kartini, Susi, Fanny, Sodikin, Ondo, Zaka, Haris, dan Ari belajar tentang sex education di rumah kerja Kak Debby. Kami berangkat dengan menyewa angkot.

Dalam perjalanan yang cukup lama, kami tiba di tempat tujuan. Kami beristirahat sebentar sebelum mulai acara. Kak Uju membuatkan the panas manis untuk kami, sedangkan Kak Lucy membagikan kue sebagai sarapan pagi kami.

Sambil beristirahat, sebagian dari kami ada yang membantu menempelkan kertas di jendela agar kami bisa lebih jelas melihat presentasi dan film lewat LCD proyektor.
Tamu-tamu yang akan menjelaskan tentang sex education dating. Mereka adalah Kak Paulina, Kak Elisabeth, dan Kak Evi. Kami berkumpul, duduk di atas tikar. Acara awal dimulai dengan perkenalan.

Lalu peserta dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok anak laki-laki dan anak perempuan. Kelompok anak perempuan didampingi oleh Kak Evi dan Kak Elisabeth, sedangkan kelompok anak perempuan didampingi oleh Kak Paulina. Selain itu, kakak-kakak pendamping Cakung juga hadir, seperti Kak Lucy, Kak Debby, Kak Uju, Kak I’ah, Kak Rikah, Kak Uwie, juga hadir kemudian Kak Vera, Kak Lisa, dan Kak Mona.

Kami mengenal organ-organ reproduksi baik pada anak perempuan maupun pada anak laki-laki. Setelah itu Kak Evi, Kak Paulina, dan Kak Elisabeth menjelaskan fungsi, bagaimana kita mesti merawat dan menghargainya, serta mengapa kita dilarang melakukan sex bebas. Kemudian kami menonton sebuah film pendek berjudul ‘Hidup adalah Sebuah Pilihan’. Film ini berkisah tentang sepasang remaja yang terlanjur melakukan hubungan seks. Si remaja laki-laki pergi meninggalkan remaja perempuan yang mengetahui dirinya hamil. Si remaja perempuan ini stress, merasa bersalah, dan tidak siap untuk punya anak, akhirnya ia memutuskan untuk bunuh diri.

Siang hari, selesai menonton film, kami makan bersama, setelah itu sebagai kesimpulan dari seluruh kegiatan, kami diberi tugas untuk membuat moto dalam hidup kami sehubungan dengan pelatihan sex education yang kami ikuti ini, melalui karya.

Kami diberikan bahan-bahan dari majalah, kertas karton, kertas origami serta alat-alat seperti gunting, lem, dan cutter. Hasil karya kami dinilai dan dipamerkan.
Yang mendapat nilai terbaik, diberi hadiah coklat wafer. Moto yang saya tulis di atas karton dengan potongan huruf dari majalah adalah ‘Hidup adalah Perjuangan’.

Selesai acara, kami beres-beres rumah kerja, lalu berfoto bersama setelah penyerahan bingkisan bagi Kak Evi, Kak Paulina, dan Kak Elisabeth. Kami pulang naik angkot sewa yang menjemput kami pada pukul 4 sore.


Sex Education, Week 1




By Yana

On 4th July 2010, I and some friends went to Working House on Bonang Street, together with Kak Uju. He hired an angkot (a public transport carried people on certain route), KWK 07. We left the meeting point on 09.30am and arrived at the destination on 10.30am. Once we arrived there, we took a rest for awhile and enjoyed the snack and sweet warm tea prepared by Kak Debby, Kak Lucy and Kak Uju.

The session was started on 11.00am with introduction to each other. I was nervous when Kak Alvi appointed me as the first person to introduce myself. After introduction, we watched a short movie about the Origin of Human. How great God creates human.

After watching the movie, we discussed about which part of the movie interested us most and its reason. I was interested on the stage before a fetus is formed, where sperms which look like tadpoles running to reach the egg. The form is so cute.
Then, we sang a song “Bunda” (=Mother). We really appreciated the lyrics until some of us cry and sob. Mala and I cried. I appreciate how noble a mother who gave birth and raise me. How great her sacrifice in delivering us to life.

After singing together, we received an assignment to create a floor mat from origami paper. While creating the mat, we listened to some entertaining and popular Indonesian rock songs. After making the mat, we had lunch together, exchanged dishes to each other. Mala was a bit behind with her mat making so Kak Alvi and Kak Debby helped her to finish it. So, she could enjoy having lunch together with us.

After lunch, there was an announcement of who made the best mat craft. I was surprised that it was me who won. I was so happy as I won it, and earned a chocolate waffle. After that, we were asked to torn our creations. I felt so sad and upset as it was my best work and I had to torn and destroy it, just like that.
Kak Alvi explained the reason behind this action. It is as if God creates human in a perfect and unique form. It is our responsibility to take care and not to destroy it with wrong and sinful acts.

After that, we all seems were drawn into a subconscious world level by Kak Alvi through her soft and touchy words until all of us cried and sobbed. This relaxation session took quite awhile as all of us cried and expressed our emotion. The emotion has been clogged, frustrating and upsetting us.

After this relaxation session, Kak Alvi explained as to why we could be crying and sobbing like that and what the purpose of this session. Then, the whole session finished. We took a group photo together. Kak Alvi received a gift as a memorable from us, it was a home-made chocolate, made by us. The chocolate was then shared and enjoyed by all of us.

We went home by taking the hired angkot , which fetched us up . We arrived home around 4.30pm.

Translated by Anita Linggar

Pelatihan Sex Education Minggu I



Karya Yana

Pada Minggu, 4 Juli 2010, saya dan teman-teman pergi ke rumah kerja di jalan Bonang bersama Kak Uju. Kami menyewa angkot, KWK 07. Kami berangkat pada pukul 09.30 WIB dan tiba di tempat tepat pukul 10.30 WIB. Tiba disana, kami beristirahat sebentar sambil menikmati snack dan the panas manis yang disiapkan oleh Kak Debby, Kak Lucy, dan Kak Uju.

Acara dimulai pada pukul 11.00 WIB, yang didahului dengan perkenalan. Saya merasa gugup saat ditunjuk oleh Kak Alvi sebagai orang pertama yang memperkenalkan diri. Selesai berkenalan, kami menonton film pendek tentang awal mula terciptanya manusia. Betapa hebatnya Allah menciptakan manusia.

Selesai menonton film, kami berdiskusi tentang bagian apa dari film yang membuat kami tertarik dan beri alasannya. Saya tertarik pada bagian sebelum terbentuknya janin, dimana sel sperma yang bentuknya seperti kecebong berlari-lari ke arah sel telur. Bentuknya sangat lucu bagi saya.

Selesai menonton film, kami bernyanyi bersama lagu ‘Bunda’. Kami sangat menghayati lagu ini hingga meneteskan air mata. Saya dan Mala menangis. Saya menghayati betapa mulianya Ibu yang telah melahirkan dan membesarkan saya. Betapa besar pengorbanan Ibu yang melahirkan kita.

Setelah bernyanyi, kami mendapat tugas untuk membuat anyaman tikar dari irisan kertas origami. Sambil membuat anyaman tikar, kami diberi hiburan lagu-lagu rock Indonesia popular. Selesai membuat anyaman, kami makan siang bersama, saling bertukar dan berbagi lauk mana yang tidak dan yang kami sukai. Mala belum selesai mengerjakan anyaman tikar. Dibantu Kak Alvi dan Kak Debby, akhirnya selesai juga, dan Mala bisa makan siang bersama kami.

Selesai makan siang, diumumkan karya terbaik anyaman tikar. Saya tidak menyangka bila sayalah yang keluar sebagai pemenangnya. Saya senang karena saya menang, apalagi mendapat hadiah coklat wafer. Setelah itu kami semua disuruh menyobek hasil karya kami sendiri. Saya merasa sedih dan kesal karena hasil karya terbaikku harus dirusak dan disobek begitu saja.

Kak Alvi menjelaskan kegiatan ini seperti halnya Allah menciptakan manusia dengan menganyam diri kita menjadi sempurna dan unik, itulah sebabnya kita wajib memelihara diri dan tidak merusaknya dengan tindakan yang salah dan berdosa.

Setelah itu kami semua dibawa Kak Alvi ke alam bawah sadar melalui kata-kata yang menggugah hingga kami semua menangis tersedu-sedu. Acara relaksasi ini berlangsung lama, semua anak menangis dan mengeluarkan semua emosi yang menghambat, meresahkan serta mengecewakan kami.

Selesai acara, Kak Alvi menjelaskan kenapa kami bisa menjadi seperti itu dan untuk apa kegiatan ini dilakukan. Acara usai. Kami berfoto bersama. Kak Alvi menerima bingkisan kenang-kenangan dari kami berupa coklat buatan kami sendiri. Coklat dibagi-bagikan dan dimakan bersama. Usai acara, kami pulang naik angkot sewa yang menjemput kami. Kami tiba di rumah sekitar pukul 16.30 WIB.

08 Agustus, 2010

GOING TO A DENTIST


By Cynthia

On one Tuesday, Sony, Eneng and I went to a dentist. Eneng and I waited at A ‘bule’’s house. Not long after, Sony arrived followed by A’bule’. A ‘bule’ said “Don’t leave now, wait for a while”. She went to change her clothes. After she changed into nice clothes, she asked us to join her to go to the dentist.

We took angkot (people mover operates as public transport) route number 21. Sony and I kept talking while we are on the road. After a short ride, we arrived at Pulo Gadung bus terminal. We got off the minibus and A’bule’ paid for our bus fares.

Kak A’bule’ : Let’s eat first. What would you like to eat?”
I said “Let’s eat Bakso (meatball)”.
Kak A’bule: “Where is the Warung Bakso (meatball stall)?”
Eneng: “The Warung Bakso is over there”.

We went to the Warung Bakso. At this place we ordered 4 bowls of Bakso and four glasses of sweet tea. We ate while waiting for Kak Uju.
“We have been waiting for so long!” said A ‘bule’. Then A ‘bule’ gave kak Uju a called on her mobile phone. Not long after that, Kak Uju arrived. She paid for our Bakso and sweet tea. Then she said “Let’s go”. We then took a mikrolet (type of public transport) route number 27. We passed a train station. At this place, we get off and continued the journey by taking a route number 01. We passed a market.

We walked for a short distance after we got off from the car to arrive at the Ciliwung clinic. We went in and registered our names. Soni would go in first, followed by me, and the Eneng.

Soni went in first to the examination room followed by me. The dentist extracted my tooth. After finished with me, it was Eneng’s turn. Her tooth was also extracted by the dentist. After that, we went home. On the way home, rain came pouring down. We ran to avoid the rain. Kak Uju carried Soni. We looked for mikrolet route number 27. I saw it and shout “That’s one over there!” We quickly get into the mikrolet. As soon as we sat in the car, Soni drank the milk given to us at the clinic. Not long after that, Eneng drank hers too.

The car that we were in had to stop at a railway crossing, waiting for a train to pass. “Why is it taken so long?” said Soni. We got off at the Pulo Gadung terminal. It was still raining heavily. We took shelter inside a toy store. Kak Uju said “Let’s use an umbrella rental service (ojek payung)!” We found a rental service and looked for angkot route number 21. We quickly got into the car. Kak Uju got off first. She got off in front of an alleyway where she lives. The rest of us continued for much further. We arrived at our house around 5 PM.

Translated by Maria Theresia Indrawan

Notes:
A’bule’ is a word used by people from Indramayu to call someone big sister/brother. It is not the same meaning to ‘bule’ as we like to call Mala. We call Mala “bule” because she has fare skin and blonde hair.

Ojek payung: is an umbrella rental service provided by children during rainy days.

PERGI KE DOKTER GIGI


Karya Cynthia

Pada hari Selasa, saya, Soni, dan Eneng pergi ke dokter gigi. Saya dan Eneng menunggu di rumah A ‘bule’. Tidak lama kemudian Soni datang, lalu A ‘bule’ datang. Kata A ‘bule’, ‘Entar dulu berangkatnya!’ Tidak lama kemudian, A ‘bule’ datang, sudah berpakaian rapi dan mengajak kami berangkat.

Kami naik mobil angkot 21. Soni berbicara terus dengan saya di dalam mobil. Tidak lama kemudian, kami sampai di terminal Pulo Gadung. Kami turun dari angkot dan A ‘bule’ bayar ongkos. Kata A ‘bule’, ‘Makan dulu, ya! Mau makan apa?’ Saya bilang, ‘Makan bakso’.

‘Ada dimana warung baksonya?’ Kata Eneng, ‘Itu… warung baksonya!’ Tiba di warung, kami pesan bakso 4 mangkuk dan the manis. Kami berempat makan sambil menunggu kedatangan Kak Uju. ‘Lama banget sih datangnya….!’ A ‘bule’ menelepon Kak Uju.
Tidak lama kemudian Kak Uju datang, lalu membayar bakso dan the manis. Kata Kak Uju, ‘Ayo berangkat!’. Lalu kami naik mikrolet 27. Kami melewati stasiun kereta api. Lalu kami turun, dan naik mobil 01. Kami melewati pasar.

Turun dari mobil, kami jalan sebentar dan tiba di sanggar Ciliwung. Kami masuk dan mendaftar. Nomer pertama untuk Soni, sesudah itu saya, dan Eneng.

Soni masuk lebih dulu ke ruang periksa gigi, setelah itu giliran saya. Gigi saya dicabut. Selesai saya cabut gigi, Eneng masuk dan giginya juga dicabut.

Setelah itu kami pulang. Dalam perjalanan, kami kehujanan. Kami berlari-lari. Soni digendong Kak Uju. Kami berada di tengah jalan mencari mikrolet 27. Saya berteriak, ‘Itu mobilnya, Kak!’ Lalu kami segera masuk. Soni langsung minum susu yang diberikan waktu kami tiba di sanggar Ciliwung. Tidak lama Eneng juga minum.

Mobil yang kami tumpangi berhenti menunggu kereta api yang lewat. ‘Lama sekali…’, kata Soni. Tiba di terminal Pulo Gadung, kami pun turun dari mobil. Hari masih hujan. Kami berteduh di toko jual mainan. Kata Kak Uju, ‘Pake ojek payung aja, ya!’
Kami menggunakan jasa ‘ojek payung’ untuk cari mobil angkot 21. Akhirnya kami menemukan mobil angkot 21. Kami pun bergegas masuk mobil. Kak Uju turun lebih dulu di gang rumahnya. Kami berempat turun jauh setelah itu. Kami tiba di rumah kami masing-masing sekitar pukul 17.00.

Catatan:
A ‘bule’ : panggilan Kakak bagi masyarakat Indramayu, sedangkan Mala dipanggil ‘bule’ karena berambut kepirangan dan berkulit putih.
‘ojek’ payung : sewa payung yang biasa dijajakan oleh anak-anak kecil saat hari hujan.

LEARNING THE MEANING OF SOLIDARITY AT COMMUNITY STUDY HOUSE


By Yohanes

I am very happy to have a study house in Cakung. At this house, there are many children who are eager to learn. In addition, there are many big sisters and brothers who are very kind and willing to teach these enthusiastic children.

These big brothers and sisters have sacrificed their time to come and teach Cakung’s children. There are nine big brothers and sisters. They have different religions and come from different ethnic background. Kak Debby, Kak Lisa, Kak Vera and Kak Lucy are Christian and of ethnic Ambon, Toraja, mixed of Javanese and Chinese. Kak Uwie, Kak Qori’ah, Kak Uju and Kak Rikah are Muslims of Sundanese, Javanese ethnicity. One of them comes from a town in East Java called Indramayu.

We also learn that at our community study house in Cakung are made of people from many different religions and ethnicities. There are children from Central Java, Madura, Indramayu, North Sumatra (Batak) and they are Muslims and Christians.

I admire our Cakung’s big brothers and sisters who are patiently encouraging us to learn. At the same, I also admire my friends who are so eager to learn at Cakung community house.

At the study house, I learn a very valuable lesson about respecting each other and not discriminating against based on race and religions.

Different race and religions enrich our diversity. We learn to understand this diversity in order to eliminate conflicts among us.

Translated by Maria Theresia Indrawan

BELAJAR ARTI SOLIDARITAS DI RUMAH BELAJAR


Karya Yohanes

Saya sangat senang karena ada rumah belajar di Cakung sawah. Di rumah belajar ini banyak sekali anak yang haus ilmu. Di samping itu, ada juga kakak-kakak yang sangat baik, yang bersedia mengajarkan anak-anak yang ingin belajar.

Kakak-kakak rela datang menyediakan waktu untuk anak-anak Cakung. Ada 9 pendamping, yang semuanya dari beragam suku dan agama. Ada Kak Debby, Kak Lisa, Kak Vera, Kak Mona, dan Kak Lucy, yang beragama Kristen dan berasal dari suku Ambon, Toraja, dan Jawa keturunan China. Ada Kak Uwie, Kak Qori’ah, Kak Uju, dan Kak Rikah yang beragama Islam dan berasal dari suku Sunda, Jawa, dan Indramayu.

Kami yang belajar di rumah belajar Komunitas Anak Cakung pun terdiri dari banyak suku dan agama. Ada anak dari suku Jawa, Madura, Indramayu, Batak yang beragama Kristen dan Islam.
Saya kagum melihat para kakak yang dengan sabarnya mengajak kami untuk belajar. Saya juga kagum melihat anak-anak yang sangat antusias belajar di rumah belajar Cakung.

Dari rumah belajar, saya mendapatkan pelajaran berharga, yaitu kita harus saling menghormati satu dengan yang lain tanpa membedakan agama dan suku.

Dengan beragam agama dan suku yang ada, semakin memperkaya keragaman kami. Kami belajar memahami keragaman ini agar tidak timbul perpecahan di antara kami.

DENTIST APPOINTMENT


By Dicky

On Saturday 19th June 201 I went to get my teeth checked by a dentist. The dentist put some filling on my teeth. It made me felt good as it didn’t hurt anymore. The dentist name is Dr. Hendro.

I went to the dentist with Kak Qori’ah, Erna and Susi. I went back to Cakung straight from the dentist. I had to wait until 2 PM until I could eat. Kak Qori’ah treated us lunch at a small restaurant. We went home after that and reached home at 3 PM.

Translated by Maria Theresia Indrawan

PERIKSA GIGI


Karya Dicky

Pada Sabtu, 19 Juni 2010, saya periksa gigi. Gigi saya ditambal, rasanya enak, tidak sakit. Nama dokternya adalah dokter Hendro.

Saya ke tempat periksa gigi bersama Kak Qori’ah, Erna, dan Susi. Saya pulang ke Cakung setelah itu. Sekitar pukul 2 siang, baru kami boleh makan. Kami diajak makan oleh Kak Qori’ah di warteg. Setelah itu kami pulang rumah. Kami tiba sekitar pukul 3 sore.

My Experience Visiting a Dentist

By Erna

On Saturday, 19th June 2010, I went to visit a dentist together with Dicky and Yu Susi. We went to the dentist by motorcycle, accompanied by Kak Qori’ah and Kak Aung. The dentist is located in Ciliwung House.

Yu Susi and I had to go to tooth extraction, while Dicky has tooth examination and amalgamation. Before extracting the teeth, the dentist numbed my gum with an injection. Initially, I was a bit scared however, when the dentist did the injection, it was not too sore and I did not cry.

I paid Rp. 5,000.00 for administration fee. Then, I was told to pay volunterarily after the examination. As soon as all of us being examined, we went home. We arrived home around 3pm.

Translated by Anita Linggar

Note: Yu is a word used by people from Indramayu to call someone big sister.

PENGALAMANKU WAKTU KE DOKTER GIGI


Karya Erna

Pada Sabtu, 19 Juni 2010, saya pergi ke dokter gigi bersama Dicky dan Yu Susi. Kami pergi ke dokter gigi naik motor, diantar oleh Kak Qori’ah dan Kak Aung. Kami periksa gigi di sanggar Ciliwung.

Saya dan Yu Susi dicabut giginya, sedangkan Dicky hanya diperiksa dan ditambal. Sebelum dicabut, gusi saya disuntik. Awalnya deg-degan, ternyata saat disuntik, rasanya tidak sakit, dan saya tidak menangis.

Saya bayar lima ribu rupiah untuk uang pendaftaran dan sukarela saat keluar dari ruang praktek dokter. Setelah kami semua selesai diperiksa, kami pulang. Kami tiba di rumah sekitar pukul 3 sore.

Catatan
Yu : Panggilan untuk kakak perempuan bagi masyarakat Indramayu

Sex Education Event – Week 1



By Fanny Gizzela

On 4 July 2010, around 9AM, we gathered in Study House to go off to where the Sex Education event would be held that day. We would learn how to appreciate ourselves and others, in terms of the body, feelings and efforts.

Once we arrived, we were welcomed by a security guard however, when we were about to enter the main door, we were then welcomed by two big barking dogs. We then ran away out of the house, as we scared.

They welcomed and asked us to sit down. We were provided nice breakfast of warm sweet tea, bakwan and rice cakes. We straight away ate this beautiful breakfast.
A few minutes after that, the sex education class began. They distributed pieces of papers lining many songs. We sang all the songs on the paper. After that, we listened to the explanation about sex from Kak Alvi.

We then created handcraft items which was waving floor mat made of manila and origami papers. After making the mat, we watched a movie titled “How God creates Human?” Creating the floor mat is representing the process of God waving us with all the goodness and uniqueness.

Soon after the movie, we had another session. We did not realize that time went so fast and it was already 4pm. We asked for permission to go home. When we passed Pintu Air area, I got off from the car and reach Mosque Lane. I was happy to be home again.

Translated by Anita Linggar

PENGALAMANKU DALAM KEGIATAN SEX EDUCATION MINGGU I


Karya Fanny Gizzela

Pada Minggu, 4 Juli 2010, pukul 09.00 WIB, kami berkumpul di rumah belajar untuk berangkat bersama ke tempat kegiatan dalam rangka pelatihan kegiatan sex education yang pada hari itu membahas tentang penghargaan terhadap diri dan orang lain, baik dari tubuh, perasaan, dan hasil usaha.

Tiba disana, kami dipersilakan masuk oleh penjaga rumahnya, tapi tiba-tiba saat kami hendak masuk melalui pintu ruang tamu, kami disambut oleh gonggongan dua ekor anjing yang sangat besar. Karena ketakutan, kami pun langsung lari ke dalam rumah.

Di dalam rumah, kami dipersilakan duduk dan disajikan sarapan pagi berupa the manis hangat, bakwan dan lontong. Kami langsung menyantap sarapan pagi yang enak ini.

Beberapa menit kemudian, acara pun dimulai. Kami dibagikan selembar kertas yang bertuliskan lagu-lagu. Kami bernyanyi bersama seluruh lagu dalam kertas. Sesudah menyanyi, kami mendengarkan penjelasan dari Kak Alvi.

Lalu kami buat kerajinan tangan, membuat tikar dari karton dan kertas origami. Selesai membuat tikar, kami menonton film yang berjudul ‘Bagaimana Cara Tuhan Menciptakan Manusia?’ Membuat tikar diandaikan seperti bagaimana Tuhan merajut kita dengan semua kelebihan dan keunikan kita.

Setelah menonton film, kami memasuki acara lain. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 16.00. Kami segera pulang, tanpa sadar, kami sudah sampai di Pintu Air, saya turun di gang Mesjid. Tiba di rumah, hati saya sangat senang.

My Day on Rara’s Birthday

By Harris

On Sunday, 27 June 2010, we celebrated Rara’s 10th birthday. We celebrated it together with friends in the Study House.

We enjoyed the birthday. We sang together and then ate. After eating, we received gifts from Rara. We were so happy to receive the gifts. After taking photo together, we walked Rara and her family to the end of the lane where they parked the car and said good bye. (translated by Anita Linggar)

PENGALAMANKU PADA ULANG TAHUN RARA


Karya Haris

Pada Minggu, 27 Juni 2010, ada acara ulang tahun Rara yang ke 10. Kami merayakan bersama teman-teman di rumah belajar.

Kami senang merayakan ulang tahun Rara. Kami bernyanyi bersama, setelah itu makan. Setelah makan, kami mendapat hadiah dari Rara. Kami sangat senang mendapat bingkisan hadiah. Setelah berfoto bersama, kami mengantar Rara dan keluarganya pulang sampai di ujung gang tempat mobilnya diparkir.